Minggu, 22 September 2013

KETIKA ASA TAK LAGI BERPIHAK II


Rentang masa tiga bulan dari catatan pertama, sekilas kisah tentang seorang perempuan bernama Rhensi yang sudah menjalani kehidupan barunya sebagai seorang istri dari laki-laki yang mencintainya, terlihat sudah nampak kebahagian di antara mereka sekalipun sesekali terjadi 'gesekan-gesekan' yang menjadi petanda dari awal penyatuan perbedaan di antara keduanya dalam membangun mahligai rumah tangga. Mereka pun berhasil mengatasinya dengan kepala dingin, senyum bahagia pun sudah mulai mengembang pada bibir merahnya, yang bertanda ia sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan status barunya.

Selasa, 11 Juni 2013

KETIKA ASA TAK LAGI BERPIHAK

"Sekuat apapun kita berusaha, 
senekat apapun kita beraksi. 
Akan tetapi, Tuhan lah yang mengatur semuanya".

Mungkin prakata itu bisa menggambarkan dari sosok seorang lelaki, sebut saja Arif, yang senantiasa berusaha untuk mengungkapkan kata kejujuran yang sudah lama tersembunyi dibalik ketakutannya untuk mengungkap kata. Entah karena ia takut, tidak percaya diri, atau yang lainnya. Sehingga ia pun terpuruk dalam penyesalan atas kegagalan yang "terlambat" diungkapkan.

Senin, 27 Mei 2013

HASIL UNAS 2013

Hasil Ujian Nasional (Unas) tahun 2013 untuk jenjang SMA/SMK/MA telah diumumkan secara serentak pada hari Jum’at (24/05/2013) kemarin. Dari berbagai berita yang dipublikasikan di Kompas.com, diperoleh informasi bahwa dalam Ujian Nasional tahun 2013 terdapat 12 (dua belas) siswa yang  memperoleh nilai UN murni tertinggi se-Indonesia dan 10 (sepuluh) sekolah dengan rata-rata nilai murni tertinggi Unas se-Indonesia.

Minggu, 21 April 2013

PENGEMBOSAN POLITIK EPISODE III?


Oleh: Ainur Rohim

"Saya ini seperti orang teler, setelah menenggak bir bintang langsung nyender di beringin, kemudian diseruduk banteng," tutur KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika memberi sambutan pada acara perayaan Isra Miraj di Markas Golkar, Slipi, Jakarta menjelang Pemilu 1987.
Itulah gaya tokoh yang belum begitu lama duduk di pucuk pimpinan NU itu, di hadapan sekitar 2.000 undangan, termasuk Ketua Umum Golkar, Sudharmono dan Sekjennya, Sarwono. Dengan itu ia ingin menyatakan, NU berada di atas semua golongan.
Itu pernyataan Gus Dur, Ketua Umum PBNU, seperti dimuat majalah mingguan Tempo edisi 11 April 1987. Pernyataan itu disampaikan menjelang Pemilu 1987 dan pasca-NU secara legal-formal menyatakan kembali ke Khittah 1926 sesuai keputusan muktamar NU ke-27 di Pondok Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo, Jatim pada 1984. NU menjaga jarak yang sama dengan ketiga kekuatan sosial yang ada (PPP, Golkar, dan PDI). NU ada di mana-mana dan NU tak ke mana-mana. 

Sabtu, 30 Maret 2013

CATATAN BUAT BAPAK TERCINTA


Teringat pepetah bahwa "penyesalan akan terlihat dibelakang hari bukan di depan". Sepenggal kata itu mengingatkanku akan sosok tauladan yang telah bersusah payah mendidik dan membimbingku dari usia bayi sampai saat ini. Dari masa dimana aku belum mengerti tentang sesuatu sampai aku benar-benar sedikit memahami tentang makna perjuangan dan usaha hebat darinya.
Pelajaran berharga tanpa harus didasari dengan metode formal seperti saat sekolah. Memberikan gambaran yang jelas tentang keuletan usaha dan pengorbanan tanpa pamrih yang selalu ia tunjukkan. Tak perduli terik, hujan dan angin. Ia senantiasa berjuang demi melaksanakan tugasnya sebagai seorang kepala rumah tangga dan mencerminkan bahwa dirinya benar-benar bertanggungjawab akan keluarganya.

Sabtu, 23 Februari 2013

HAKIKAT MANUSIA


Pengetahuan tentang hakikat dan kedudukan manusia merupakan bagian amat esensial, karena dengan pengetahuan tersebut dapat diketahui tentang hakikat manusia, kedudukan dan peranannya di alam semesta ini. Pengetahuan ini sangat penting karena dalam proses pendidikan manusia bukan saja objek tetapi juga subjek, sehingga pendekatan yang harus dilakukan dan aspek yang diperlukan dapat direncanakan secara matang.
Para ahli dalam berbagai bidang memberikan penafsiran tentang hakikat manusia. Sastraprateja, misalnya. Ia mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang historis. Hakikat manusia sendiri adalah sejarah, suatu peristiwa yang bukan semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah dalam sejarah bangsa manusia. Apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian anthropological constants yaitu dorongan-dorongan atau orientasi yang tetap dimiliki manusia.

Senin, 18 Februari 2013

ABRAHAM LINCOLN dan Kegagalan Hidupnya


Ialah seorang yang selalu bangkit kembali dan tidak putus asa dalam menjalani kehidupan
yang dipenuhi kegagalannya:
1816 : keluarganya diusir dari rumahnya dan ia harus bekerja
1818; ibunya meninggal dunia
1831; bisnisnya gagal total
1832; kalah dalam dewan perwakilan. Ia kehilangan pekerjaan. Mencoba masuk sekolah hukum tapi ditolak
1833; meminjam uang untuk memulai bisnis dan bangkrut pada tahun yang sama. Ia harus melunasi hutangnya dalam selama 17 tahun
1834; menang dalam dewan perwakilan
1835; bertunangan, namun tunangannya meninggal dan ia patah hati
1836; mengalami nervous breakdown dan harus berbaring ditempat tidur selama 6 bulan
1838; ingin menjadi speaker of state legislature, tapi gagal
1840; ingin menjadi elector, tapi gagal
1843; ingin menjadi anggota kongres tapi gagal
1846; akhirnya berhasil menjadi anggota kongres
1848; gagal terpilih kembali sebagai anggota kongres
1849; melamar pekerjaan sebagai land officer, tapi di tolak
1854; ingin menjadi senat, tapi gagal
1856; mencalonkan diri sebagai wakil presiden, hanya mendapat kurang dari 100 suara
1858; kembali mencoba ,mejadi anggota senat tapi kalah
1860; menjadi PRESIDEN AMERIKA

Satu kunci keberhasilannya, yaitu ia tidak melihat kegagalannya  sebagai satu kejatuhan dan akhir segalanya. Ia berkata “jalan hidup yang saya lalui memang licin dan saya sering tergelincir. Tapi saya bangkit lagi dan berkata kepada diri saya sendiri. Saya hanya tergelincir bukan jatuh. Sehingga tidak ada alas an bagi saya untuk tidak bangkit lagi”.


Sabtu, 16 Februari 2013

SPESIFIKASI BAHASAN AWAL ILMU PENDIDIKAN ISLAM



A.  Dasar Ilmu Pendidikan Islam

1.  Dalam nomenklatur Islamic studies, sebagai pandangan baru. |akhir abad ke-20| kaum muslim memikirkan perlunya meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan Islam dalam berbagai aspek.

2. Awal tahun 2000-an, penelitian pada ilmu pendidikan Islam dilakukan dengan pendekatan yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadits, Sejarah, Filsafat, Psikologi, dan pengembangan masyarakat modern.

3.  Kerancuan dasar dan konsep yang mengarahkan pada pertumbuhan dan perkembangan ilmu pendidikan Islam,  antara education (menuju ilmu yang bersifat terbuka, luas, dan menuntut redefinisi secara terus menerus) dan paedagogie (menuju ilmu yang bersifat terbatas, konsentris, dan menuntut pendalaman, serta secara terus menerus).

4. Mutu pendidikan Islam yang jauh tertinggal dari ilmu pendidikan umum. Hal ini disebabkan lembaga-lembaga pendidikan Islam masih belum terencana dan terkonsep.

5. Mayoritas penduduk Indonesia Muslim. Lembaga pendidikan Islam secara otomatis mendominasi, baik pesantren, madrasah, dll. Sehingga bisa diasumsikan jumlah lembaga lebih banyak dan tidak terkontrol.


Jumat, 15 Februari 2013

CATATAN USANG BUAT RHENSI



Sejujurnya, saya tidak terlalu biasa menulis tentang perempuan secara vulgar, apalagi menyangkut dunia perasaan yang menyayat, ritme tangis yang menusuk, nestapa keputusasaan yang menyentak-nyentak naluri maupun menunggu sesuatu dalam ketidak pastian. Saya tidak terbiasa, karena dalam nalar kelelakian yang sejati, kita sering dihadapkan pada kondisi psikologi perempuan yang kadang memang paradoks. Dan ketika paradoksalitas itu kian kentara, yang muncul dihadapan kita hanyalah anomali-anomali dan term-term lain yang menjebak pada labirin. Ya, paradoksalitas ini saya temukan pada diri seorang Rhensi.

Selasa, 12 Februari 2013

KERANGKA DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM



Terdapat sejumlah pemikiran yang mendasari adanya ilmu pendidikan islam. Sejumlah pemikiran yang dimaksud antara lain:
Pertama, dalam momenklatur Islamic studies, ilmu pendidikan Islam tergolong sebagai pendatang baru (new comer). Ilmu ini baru muncul diakhir abad ke-20, yaitu pada saat umat Islam memulai memikirkan tentang perlunya meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan Islam dengan berbagai aspeknya, dalam rangka mengimbangi kamajuan pendidikan yang berada di luar Islam. Ilmu pendidikan Islam, sebagai tawaran alternatif, muncul dalam waktu yang masih relatif pendek. Munculnya terminologi al-tarbiyah. Al-ta’dib dan al-ta’lim yang menunjuk pada arti pendidikan Islam sebagai suatu sistem misalnya, baru terjadi pada awal abad ke-20. Munculnya termonologi ini sejalan dengan munculnya gerakan-gerakan pembaharuan Islam di negeri-negeri Arab.

Senin, 11 Februari 2013

EMANSIPASI DALAM ISLAM


“kalau dibarat kedudukan PRIA dan WANITA memang sejajar,
tapi tidak di dalam ajaran islam,
PRIA dan WANITA kedudukannya lebih tinggi PRIA.
sedangkan WANITA diciptakan dengan segala kemampuan
dan kekurangannya menurut fitrahnya”  aya @PPT

Prolog
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin menghapus seluruh bentuk kedhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajat wanita sebagai manusia mulia. Ukuran kemulian dan ketinggian martabat manusia di sisi Allah adalah ketakwaan, seperti termaktub dalam QS. Al Hujurat: 13:
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” 

Kemudian Allah juga menegaskan dalam QS. An-Nahl: 97;
“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman. Maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Minggu, 10 Februari 2013

KILAS ARAH TUJUAN PENDIDIKAN PESANTREN


Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk tafaqquh fi al-din (memahami agama) dan membentuk moralitas umat melalui pendidikan. Sampai sekarang, pesantren pada umumnya bertujuan untuk belajar agama dan mencetak pribadi Muslim yang kaffah yang melaksanakan ajaran Islam secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan tafaqquh fi al-din dan mencetak kepribadian Muslim yang kaffah dalam melaksanakan ajaran Islam didasarkan pada tuntunan al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. dimana Nabi merupakan top model dan guru imajener (meminjam istilah Abdurrahman Mas’ud) bagi pesantren. Tujuan ini adalah tujuan pokok dalam setiap pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang teguh menjaga tradisi ulama salaf al-salih dan para wali yang diyakini bersumber dari Rasulullah Saw. Dengan ini, maka Islam akan bertahan dan berkembang dalam masyarakat, khususnya di Indonesia. Adapun mengenai tujuan khusus, masing-masing pesantren juga mempunyai tujuan khusus tergantung dengan pengasuhnya. Misalnya tujuan mencetak para huffadz (penghafal al-Qur’an), mencetak fuqaha’ (ahli fiqhih), mencetak para ahli bahasa Arab, dan yang lainnya.

Rabu, 06 Februari 2013

PESANTREN KILAT


Istilah pesantren kilat sudah sedikit banyak oleh orang Islam di Indonesia. Itu adalah nama lembaga pendidikan Islam yang paling tua di Indonesia. Pada lembaga pesantren biasanya ada kiai, santri, kegiatan membaca kitab kuning, pondokan santri, dan mushalla atau masjid. Itulah kira-kira “syarat” untuk disebut pesantren.
Apakah gerangan pesantren kilat itu? Pesantren kilat merupakan dilaksanakan bila musim liburan sekolah. Disana para anak-anak mondok dan belajar agama. Biasanya menjelang libur sekolah banyak lembaga-lembaga pesantren yang mengedarkan pengumuman, kadang lewat surat kabar, bahwa akan dibuka pesantren kilat yang umumnya diadakan di masjid atau mushalla. Lamanya berkisar 7 sampai 30 hari. Disana diajarkan membaca al-Qur’an, keimanan Islam, fikih (ibadah), dan akhlak. Pokoknya materi-materi pelajaran yang sering disebut bahan pengajaran agama.

Senin, 04 Februari 2013

PRINSIP DASAR PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH


Ibnu Taimiyah berafiliasi kepada madzhab Imam Ahmad Ibnu Hambal. Dan ia merupakan pengikut yang faqih dari madzhab ini. Kemudian ia berijtihad sendiri sehingga mencapai tingkatan seorang mujtahid. Ibnu Taimiyah mengikuti metodologi Ahmad Ibnu Hambal , yang karenanya prinsip dan metodologi Ibnu Taimiyah tetap berkisar pada madzhab tersebut. Dalam hal ini ia adalah pelanjut metodologi literalis Ahmad Ibnu Hambal dan Daud al-Zhahiri.

Selasa, 29 Januari 2013

IBNU TAIMIYAH: Sang Reformis Islam


Islam merupakan agama yang dianut oleh manusia dari berbagai latar belakang etnis, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Sebagai agama dengan klaim universal dan berhasil menjamah berbagai wilayah pusat-pusat kebudayaan kuno, ia telah menyerap berbagai warisan intelektual, nilai-nilai, literatur, dan berbagai tradisi yang dijumpainya. Dan hal ini telah terjadi tidak lama setelah satu abad Nabi Muhammad saw. wafat.
Islam telah berdialog dengan manusia dari berbagai latar belakang; ia dipahami, ditafsirkan dan diaktualisasikan sesuai dengan latar belakang tersebut. Ia menjadi agama yang terbuka untuk dipahami setiap orang. Al-Qur’an sebagai induk dari ajaran Islam telah dibaca, dipahami, dan ditafsirkan di bawah cahaya perbedaan ini, mulai dari interpretasi bahasa, interpretasi hukum, interpretasi filosofis hingga interpretasi sufistik. Bahkan al-Qur’an pun menjadi inspirasi bagi pengembangan sains dan teknologi di saat itu.

Sabtu, 26 Januari 2013

DAYA TAHAN DAN KONTINUITAS PESANTREN



Dunia pesantren, dengan meminjam istilah kerangka Hossein Nasr, adalah dunia tradisional Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa dan tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam, seperti periode kaum salaf, yaitu periode para sahabat Nabi Muhammad dan tabi’in senior. Anehnya, istilah “salaf” juga digunakan oleh kalangan pesantren misalnya “pesantren salafiyah”. Walaupun dengan pengertian yang jauh berbeda, jika tidak bertolak belakang dengan pengertian umum mengenai salaf seperti baru saja dikemukakan. Istilah salaf bagi kalangan pesantren mengacu pada pengertian “pesantren tradisional” yang justru sarat dengan pandangan dunia dan praktik Islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang syari’ah dan tasawuf. Perbedaan pesantren dalam memahami pengertian “salaf” merupakan “Sistem Nilai di Pesantren dan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah”.

Sabtu, 19 Januari 2013

KEPEMIMPINAN PESANTREN


Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi sering kali sebagian besar tergantung pada faktor pimpinan. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa faktor pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan organisasi. Faktor pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pimpinan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stephen Covey,[1] bahwa 90 persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah pada karakter.
Secara definisi, kepemimpinan memiliki berbagai perbedaan pada berbagai hal, namun demikian yang pasti ada dari definisi kepemimpinan adalah adanya satu proses dari kepemimpinan untuk memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin. Berbagai perbedaan definisi tersebut tentu saja karena dibangun oleh teori yang berbeda.

Kamis, 17 Januari 2013

KILAS PONDOK PESANTREN



Pondok pesantren[1] merupakan lembaga pendidikan Islam yang menempatkan sosok kyai sebagai tokoh sentral dan masjid sebagai pusat lembaganya.[2] Lembaga ini merupakan institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia dan sekaligus bagian dari warisan budaya bangsa (indigenous culture).[3] Maka, bukanlah kebetulan jika pesantren masih dapat bertahan hingga saat ini.
Mereka yang pernah mengenyam pendidikan pesantren kemudian juga belajar di lembaga pendidikan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri pada umumnya memandang bahwa pesantren tetap memiliki tempat terhormat sebagai lembaga pendidikan Islam khas Indonesia yang dapat dirunut pertalian keilmuan dan kurikulumnya dengan pusat-pusat pembelajaran ilmu agama Islam diberbagai belahan dunia.
Optimisme itu biasanya mendasarkan pada bukti-bukti bahwa pesantren masih tetap terselenggara sejak ratusan tahun yang lalu, lulusannya dapat memainkan peranan yang berharga di bidang keilmuan atau kepemimpinan, dan belum ada lembaga pendidikan yang melahirkan ulama dari generasi ke generasi dalam kapasitas sebagaimana yang diluluskan oleh pesantren.
Seiring dengan perkembangan zaman, potensi pesantren sebagai intitusi pendidikan yang mengajarkan agaman dan penekanan moral dipertanyakan. Muhammad Busyro mengatakan jika dewasa ini pandangan masyarakat umum terhadap pesantren ada dua macam. Pertama, mereka yang menyangsikan relevansi lembaga ini untuk menyongsong masa depan. Kedua, mereka yang justru melihat pesantren sebagai sebuah alternatif model pendidikan masa depan.[4]
Melihat kenyataan ini, pondok pesantren mau tidak mau harus terbuka dengan dunia luar. Hal ini diulai sejak abad ke-20 dengan penerapan sistem konvergensi, yakni pemaduan kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah. Sedikitnya ada dua cara yang dilakukan pondokpesantren dalam hal ini; pertama, merevisi kurikulum  dengan memasukkan semakin banyak mata pelajaran umum atau bahkan keterampilan umum; kedua, membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikan bagi kepentingan pendidikan umum.[5]
Sistem konvergensi ini apabila dikelola dengan manajemen yang baik akan memberikan peluang dan harapan terhadap pesantren menjadi lembaga yang mampu berperan melaksanakan pendidikan secara integral antara penanaman akhlak al-karimah (moral) dan intelektual.
Abudin Nata (2003 : 43) menyebutkan; dewasa ini pendidikan Islam terus dihadapkan pada berbagai problema yang kian kompleks. karena itu upaya berbenah diri melalui penataan SDM, peningkatan kompetensi dan penguatan institusi mutlak harus dilakukan dan semua itu mustahil tanpa manajemen yang profesional.
Seperti diketahui bahwa sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi landasan tujuan kurikulum kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi pembelajaran sarana prasarana evaluasi pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen ini dilakukan tanpa perencanaan dan konsep yang matang seringkali berjalan apa adanya. alami dan tradisional akibat mutu pendidikan Islam acapkali menunjukkan keadaan yg kurang membanggakan.
Problematika yang dihadapi pondok pesantren dikarenakan adanya  kendala pada perencanaan pondok pesantren yang kurang optimal. sehingga dalam pelaksanaan fungsi tugasnya tdak berjalan sebagaimana yang diharapkan. juga  disebabkan  minimnya personil yang kompeten  pada  bidangnya,  dan  sumber  dana  kurang memadai.
Dalam penyusunan perencanaan program kerja hendaknya  diperhitungkan secara terperinci tentang kondisi obyektif pondok pesantren, pemasalahan, alternatif pemecahan, faktor pendukung dan penghambat program, prioritas pengembangan program, indikator keberhasilan dan langkah-langkah mencapai keberhasilan program, pengalokasian dan waktu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika perencanaan disusun dengan jelas dan bersifat terbuka serta rasional maka tujuan dapat mudah dicapai.


[1] Dalam bahasa Indonesia sering nama pondok dan pesantren dipergunakan juga sebagai sinonim untuk menyebut “pondok pesantren”. Lihat Mamfret Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta; P3M, tt), 116. Istilah “pondok” sendiri diambil dari bahasa Arab “funduk” yang berarti asrama atau hotel, sebab santri dalam belajar dengan cara mukim yang membutuhkan tempat tinggal sekaligus tempat belajar dalam jangka waktu yang lama. Lihat Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan HidupKyai, cet.VI, (Jakarta; LP3ES, 1994), 18
[2] Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, cet.V, (Jakarta; LP3ES, 1995), 87
[3] Amal Fathullah Zarkasyi, Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah, dalam Adi Sasono, Didin Hafiduddin, AM. Saefuddin, dkk, Solusi Islam atas Problematika Umat, cet.I, (Jakarta; Gema Insani Pers, 1998). 101-171
[4] Muhammad Busyro, Problem Pengembangan Tradisi Pesantren, dalam Abdul Munir Mulkham, Rekonstruksi Pendidikan dan Pustaka Tradisi Pesantren (Relegiusitas Iptek), (Yogyakarta; Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga & Pustaka Pelajar, 1998), 186-199
[5] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, (Jakarta; PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), 102

Senin, 14 Januari 2013

SEJARAH PERADABAN ISLAM II (Resume)



A.  PENDAHULUAN
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadhārah al-Islāmiyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. Kebudayaan Islam dalam dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqāfah. Di Indonesia sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab, al-Tsaqāfah; Inggris, culture) dan beradaban (Arab, al-Hadhārah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan, kebudayaan  adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dlam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu tidak bias dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Bukan saja karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu seperti yang terlihat di buku karya Dr. Badri Yatim, M.A., tapi terutama karena sistem politik dan pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dari peradaban, sebagaimana disebutkan di atas, karena itulah uraian dalam sejarah politik Islam sangat dominan seperti sistem pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan seni bangunan.

Potret Pesantren dalam Lintas Sejarah


Dalam sejarahnya, tidak bisa dipungkiri, bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah “mendarah daging” di Indonesia. Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Bahkan Nurcholis Madjid berpendapat bahwa pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia, sebab keberadaannya mulai dikenal di bumi Nusantara pada periode abad ke 13–17 M, dan di Jawa pada abad ke 15–16 M. Pendapat ini seolah mendapat justifikasi dengan tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya.[1]
Terlepas dari berbagai perbedaan asal usul pesantren, sejak didirikan pertama kali oleh Syech Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1399 M,[2] kemudian diteruskan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Kembang Kuning, pesantren mampu terus berkiprah hingga hari ini. Dari zaman kolonial Belanda, orde lama, orde baru hingga reformasi, pesantren terus eksis dan mewarnai serta memberikan sumbangsih signifikan terhadap bangsa ini. Telah begitu banyak tokoh-tokoh kaliber dunia yang muncul dari pesantren, Syech Nawawi al-Banteni, Syaichona Muhammad Kholil, dan Hadratus Syaich Hasyim Asy’ari adalah contoh kongkrit kapabilitas alumnus pesantren.