Teringat pepetah
bahwa "penyesalan akan terlihat dibelakang hari bukan di depan".
Sepenggal kata itu mengingatkanku akan sosok tauladan yang telah bersusah payah
mendidik dan membimbingku dari usia bayi sampai saat ini. Dari masa dimana aku
belum mengerti tentang sesuatu sampai aku benar-benar sedikit memahami tentang
makna perjuangan dan usaha hebat darinya.
Pelajaran berharga
tanpa harus didasari dengan metode formal seperti saat sekolah. Memberikan
gambaran yang jelas tentang keuletan usaha dan pengorbanan tanpa pamrih yang
selalu ia tunjukkan. Tak perduli terik, hujan dan angin. Ia senantiasa berjuang
demi melaksanakan tugasnya sebagai seorang kepala rumah tangga dan mencerminkan
bahwa dirinya benar-benar bertanggungjawab akan keluarganya.
Sedikit pelajaran
yang bisa kuambil tanpa mengurangi rasa hormat akan perjuangan tanpa pamrih
yang ia tunjukkan, ia senantiasa mengalah sekalipun sifat mengalah itu
tertutupi dengan ke"egoisan"nya (istilah orang ada yang mengatakan
"chengkallah sa Sumenep"). Tapi ku sangat yakin bahwa ia memiliki
prinsip yang sebelumnya tanpa aku ketahui dan mungkin juga memang sengaja tidak
mau bilang dan berbagi tentang prinsipnya itu dan membuatku takjub.
Baru aku sadari,
bahwa ia telah memberikan fondasi yang kuat untuk perjalanan hidupku yang masih
labil. Ia senantiasa membimbingku sekalipun terpisah jarak yang sangat jauh
(istilah madura: abhental ombhe' asapo' angin). Selalu mengunjungiku sekalipun
dengan keadaan badan yang sudah tidak stabil (kurang begitu sehat) dan sedikit
memberikan pencerahan tentang makna hidup yang sebelumnya sedikit tidak aku
perdulikan. Ketidak pedulianku bukan semata-mata aku mau berontak atas
sarannya. Akan tetapi ini hidupku yang mungkin berbeda dengan hidup yang ia
jalani. Akan tetapi, ia senantiasa apatis dengan tingkahku dan ia mungkin sudah
merasa bahwa sudah saatnya aku diberikan setitik titisan dan makna tentang
hidup yang ia jalani untuk aku jadikan sebagai pelajaran paling berharga yang
tidak aku dapat di bangku sekolah.
Satu hal yang paling
aku kagumi darinya. Ia senantiasa bersilaturrahmi dan mengunjungi family jauh
yang sudah hampir hilang dari tataran nasab sebagai orang biasa. Ia lebih
unggul daripada saudara-saudaranya yang lain dalam hal ini. Bila mungkin bisa
aku nilai. Aku akan berikan poin 99.9 buat yang satu ini. Dan inilah yang
sangat mempengaruhi dan mencetakku untuk senantiasa ingat akan asal. Darimana,
siapa, dimana dan untuk apa...!!
Ungkapan terakhir
yang paling aku sesali sampai saat ini. "Aku jarang dan terkadang hampir
lalai menuruti keinginan dan kehendaknya. Bahkan mungkin tidak sama
sekali". Dan aku merasa sangat berdosa akan bila aku ingat tentang itu.
Inginku salalu membalasnya dan berangan untuk sedikit diberikan kesempatan
untuk balik lagi. Tapi aku sangat sadar dan bahkan sangat menyadari bahwa itu
semua sudah kehendak Allah swt., yang harus aku terima dengan ikhlas. Poin pentingnya,
mungkin AKULAH amal baik dari segala bentuk kesalahan yang pernah ia lakukan
sebelumnya. Dan semoga aku kuat dan bisa memberikan yang terbaik buantnya di
alam sana. Semoga...
Selamat Jalan
Bapak-ku tercinta
Ighfir wa Arham Yaa
Rabb al-'Alamien
Bungkul, 06 Maret 2013 (8 hari pasca wafat)
Powered by Telkomsel
BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar