Oleh: Samsul Arifin
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor
yang sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi sering kali
tergantung pada faktor pimpinan. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa
faktor pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan organisasi, Faktor
pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pimpinan
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stephen Covey, bahwa 90 persen dari semua
kegagalan kepemimpinan adalah pada karakter.
Secara definisi, kepemimpinan memiliki
berbagai perbedaan pada berbagai hal, namun demikian yang pasti ada dari
definisi kepemimpinan adalah adanya satu proses dari kepemimpinan untuk
memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain
tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin.
Berbagai perbedaan definisi tersebut tentu saja karena dibangun oleh teori yang
berbeda.
Orang-orang yang percaya pada teori sifat
menyatakan bahwa para pemimpin dianugerahi sifat-sifat yang lebih unggul,
sehingga menyebabkan pemimpin tersebut berbeda dengan orang lainnya. Kondisi
tersebut bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Hersey dan Blachard
bahwa kepemimpinan adalah hasil dari tuntutan-tuntutan situasional.
Faktor-faktor situasional lebih menentukan siapa yang akan muncul sebagai
seorang pemimpin daripada warisan genetik atau sifat yang dimiliki seseorang.
Tinjauan lain dikemukakan oleh Mintzberg
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk melangkah keluar dari budaya yang ada
dan memulai proses perubahan evolusioner yang lebih adaptif. Para
pengembang teori transformasional melihat bahwa pemimpin memiliki tugas
menyelaraskan, menciptakan, dan memberdayakan. Para
pemimpin melakukan transformasi terhadap organisasi dengan menyelaraskan sumber
daya manusia dan sumber daya yang lain, menciptakan sebuah budaya
organisasional yang menyuburkan ekspresi gagasan-gagasan secara bebas, dan
memberdayakan orang-orang untuk memberikan kontribusi terhadap organisasi.
Dari berbagai teori tersebut terlihat
bahwa pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada orang lain. Pada teori
sifat, seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang unggul yang mampu
membawa orang lain pada suatu kondisi tertentu. Pada teori situasional, seorang
pemimpin lahir dari situasi yang ada dan kemudian memengaruhi orang lain menuju
suatu perubahan sesuai dengan tuntutan situasi yang ada. Sedangkan pada teori
transformasional, seorang pemimpin harus mampu mentransformasi keluar dari
budaya yang ada, menuju suatu budaya baru yang lebih baik. Untuk melakukan
transformasi budaya, maka pemimpin harus dianut terlebih dahulu.
Namun demikian, walaupun dari definisi
kepemimpinan tersebut bertitik tolak dari pemberian pengaruh kepada orang lain
untuk melaksanakan apa yang dikehendaki pemimpin untuk menuju suatu tujuan
secara efektif dan efesien, namun proses mempengaruhinya dilakukan secara
berbeda-beda. Proses inilah yang kemudian menghasilkan tingkatan-tingkatan
dalam kepemimpinan.
Pondok pesantren juga terkenal dengan
kebudayaannya yang khas, baik dari pola hidup yang bersahaja dan asketik, hingga
tradisi pendidikan yang berkarakter. Tradisi pesantren ini selalu dijaga dengan
hati-hati, bahkan dari awal berdirinya sampai hari ini. Seiring perputaran
zaman, sistem yang dulu masih kontemporer, kini telah menjelma menjadi
sesuatu yang konvensional, dari yang paling modern menjadi tradisonal dan
ortodoks.
Dalam hal ini, Steenbrink mengatakan bahwa
hampir semua pelapor Barat selalu memberikan laporan pertama kepada pembaca
yang belum pernah mengunjungi pesantren, atau mengenalnya lewat tulisan. Pada
umumnya mereka memberikan gambaran dan kesan aneh dan khusus menekankan adanya
perbedaan dengan sekolah-sekolah barat.
Walaupun begitu, bukan berarti tidak ada
perubahan dalam khazanah pesantren, adigum ”al-muḥafaḍatu
’ala al-qadimi al- shalih wa al-akhdu bi al-jadidi al-aslah” di sebuah
keniscayaan terhadap perubahan, hanya saja perubahan-perubahan itu dulunya
menjadi tidak begitu kelihatan.
Snouck Hurgronje mengatakan, Islam
tradisional di Jawa yang kelihatannya demikian statis dan demikian kuat
terbelenggu oleh pikiran-pikiran "ulama" di abad pertengahan,
sebenarnya telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat fundamental, tetapi
perubahan-perubahan tersebut demikian bertahap, demikian rumit dan demikian
tersimpan. Itulah sebabnya bagi para pengamat yang tidak kenal dengan pola
pikiran Islam, maka perubahan-perubahan tersebut tidak akan bisa terlihat,
walaupun sebenarnya terjadi di depan matanya sendiri, kecuali bagi mereka yang
mengamatinya secara seksama”. (*)
Diterbitkan di http://mediamadura.com/kepemimpinan-pondok-pesantren/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar