Kamis, 18 Februari 2010

Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan Islam

Oleh: Coel Ipins



“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …”

 

Latar Belakang

Benarkah apa yang dinyatakan oleh Ajip Rosidi di atas? Bila benar, apa sebenarnya yang masih diwarisi oleh sistem pendidikan nasional dari sistem pendidikan kolonial? Apa indikasinya? Dan yang terpenting, apa yang musti dilakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan yang carut marut itu? Perombakan total seperti apa — mengikuti saran Ajip — yang harus dilakukan?
Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik, maka seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan mempersoalkan hal yang lebih mendasar — yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan.
Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Senin, 15 Februari 2010

Harapan dan Kehidupan

by ; Mr. Cholphak

Saya ingin memberikan pembicaraan singkat di salah satu motto Carolina Selatan. Seperti Anda semua tahu, South Carolina memiliki dua motto. "Dipersiapkan dalam pikiran dan sumber daya," adalah salah satu moto, moto yang lain adalah, "Sementara aku bernapas, saya berharap." Saya ingin mengucapkan beberapa kata di moto kedua, dari sudut pandang rohani.

Ego & Emosi

By ; Mr. Cholphak's 

Ego emosi dan emosi adalah ego. Ego dan emosi adalah bagian depan dan kebalikan dari mata uang yang sama. Ada dua jenis ego. Satu ego adalah mengikat diri, berpusat pada diri sendiri. Lain melampaui ego diri dan semua berpelukan. Berpusat pada diri ego harus berubah menjadi melampaui diri, semua merangkul dan Allah-memuaskan ego. Melampaui ego diri ini adalah pengetahuan tentang kesatuan, kesatuan yang tidak terpisahkan dengan yang tak terbatas, yang Kekal, yang mutlak dan abadi.
Di dunia ini manusia memiliki dua harta signifikan: kecerdasan dan emosi. Kedua harta hari ini mengatur kehidupan kita. Tapi sangat sering kita melihat bahwa emosi mendapatkan tangan atas dalam hidup kita. Kita tahu bahwa bahkan jika seseorang sangat cerdas, ketika emosi datang kedepan, hal itu akan melahapnya. Dia dipaksa untuk melakukan apa yang emosinya meminta dia untuk melakukan.

Sabtu, 23 Januari 2010

Pendekatan dalam Teori-Teori Pendidikan

By ; Ipins 19

Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).