Senin, 22 September 2014

Kepemimpinan Pondok Pesantren



Oleh: Samsul Arifin

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi sering kali tergantung pada faktor pimpinan. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa faktor pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan organisasi, Faktor pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pimpinan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stephen Covey, bahwa 90 persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah pada karakter.
Secara definisi, kepemimpinan memiliki berbagai perbedaan pada berbagai hal, namun demikian yang pasti ada dari definisi kepemimpinan adalah adanya satu proses dari kepemimpinan untuk memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin. Berbagai perbedaan definisi tersebut tentu saja karena dibangun oleh teori yang berbeda.

Orang-orang yang percaya pada teori sifat menyatakan bahwa para pemimpin dianugerahi sifat-sifat yang lebih unggul, sehingga menyebabkan pemimpin tersebut berbeda dengan orang lainnya. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Hersey dan Blachard bahwa kepemimpinan adalah hasil dari tuntutan-tuntutan situasional. Faktor-faktor situasional lebih menentukan siapa yang akan muncul sebagai seorang pemimpin daripada warisan genetik atau sifat yang dimiliki seseorang.
Tinjauan lain dikemukakan oleh Mintzberg bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk melangkah keluar dari budaya yang ada dan memulai proses perubahan evolusioner yang lebih adaptif. Para pengembang teori transformasional melihat bahwa pemimpin memiliki tugas menyelaraskan, menciptakan, dan memberdayakan. Para pemimpin melakukan transformasi terhadap organisasi dengan menyelaraskan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain, menciptakan sebuah budaya organisasional yang menyuburkan ekspresi gagasan-gagasan secara bebas, dan memberdayakan orang-orang untuk memberikan kontribusi terhadap organisasi.
Dari berbagai teori tersebut terlihat bahwa pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada orang lain. Pada teori sifat, seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang unggul yang mampu membawa orang lain pada suatu kondisi tertentu. Pada teori situasional, seorang pemimpin lahir dari situasi yang ada dan kemudian memengaruhi orang lain menuju suatu perubahan sesuai dengan tuntutan situasi yang ada. Sedangkan pada teori transformasional, seorang pemimpin harus mampu mentransformasi keluar dari budaya yang ada, menuju suatu budaya baru yang lebih baik. Untuk melakukan transformasi budaya, maka pemimpin harus dianut terlebih dahulu.
Namun demikian, walaupun dari definisi kepemimpinan tersebut bertitik tolak dari pemberian pengaruh kepada orang lain untuk melaksanakan apa yang dikehendaki pemimpin untuk menuju suatu tujuan secara efektif dan efesien, namun proses mempengaruhinya dilakukan secara berbeda-beda. Proses inilah yang kemudian menghasilkan tingkatan-tingkatan dalam kepemimpinan.
Pondok pesantren juga terkenal dengan kebudayaannya yang khas, baik dari pola hidup yang bersahaja dan asketik, hingga tradisi pendidikan yang berkarakter. Tradisi pesantren ini selalu dijaga dengan hati-hati, bahkan dari awal berdirinya sampai hari ini. Seiring perputaran zaman, sistem yang dulu masih  kontemporer, kini telah menjelma menjadi sesuatu yang konvensional, dari yang paling modern menjadi tradisonal dan ortodoks.
Dalam hal ini, Steenbrink mengatakan bahwa hampir semua pelapor Barat selalu memberikan laporan pertama kepada pembaca yang belum pernah mengunjungi pesantren, atau mengenalnya lewat tulisan. Pada umumnya mereka memberikan gambaran dan kesan aneh dan khusus menekankan adanya perbedaan dengan sekolah-sekolah barat.
Walaupun begitu, bukan berarti tidak ada perubahan dalam khazanah pesantren, adigum ”al-muafaatu ’ala al-qadimi al- shalih wa al-akhdu bi al-jadidi al-aslah” di sebuah keniscayaan terhadap perubahan, hanya saja perubahan-perubahan itu dulunya menjadi tidak begitu kelihatan.
Snouck Hurgronje mengatakan, Islam tradisional di Jawa yang kelihatannya demikian statis dan demikian kuat terbelenggu oleh pikiran-pikiran "ulama" di abad pertengahan, sebenarnya telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat fundamental, tetapi perubahan-perubahan tersebut demikian bertahap, demikian rumit dan demikian tersimpan. Itulah sebabnya bagi para pengamat yang tidak kenal dengan pola pikiran Islam, maka perubahan-perubahan tersebut tidak akan bisa terlihat, walaupun sebenarnya terjadi di depan matanya sendiri, kecuali bagi mereka yang mengamatinya secara seksama”. (*)

Diterbitkan di http://mediamadura.com/kepemimpinan-pondok-pesantren/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar